Gubah#5: Fitur Jempol Ke Bawah

Di serial Gubah hari ini, sebenarnya saya ingin mengajak kamu untuk berpikir sejenak tentang suatu keinginan saya. Dibilang penting sih, ya ga penting juga. Tapi lagi-lagi, dari awal serial Gubah ini juga kayanya gak penting-penting kali. Cuman kan kok kayanya seru aja gitu untuk dibacotin. Yah walau gak penting tapi tetap berfaedahlah.

Di hari kelima ini, mungkin kamu bertanya-tanya, faedahnya apa sih sebenarnya. Eem, ya menurut saya berfaedah sih. Karena dari beberapa kolom komentar yang saya baca, ada beberapa keresahan ataupun terkadang saya sempat kewalahan balasin komen dari beberapa teman. Belum lagi komentar di DM Instagram juga ada yang membahasnya secara rinci. Dari sini saya merasa ada faedahnyalah bacotan saya ini—meskipun cuman sekutil. Tapi seriusan, karena ini saya jadi banyak tahu gimana cara orang berpikir dan menyampaikan pendapatnya meski terbilang singkat di kolom komentar tetap bisa membuat saya sedikit menilai “ini orang seperti apa”.

Hari ini saya ingin membahas suatu keresahan yang kemudian ingin saya jadikan usulan walaupun usulan ini kayanya gak tahu apakah bakal sampai atau engga. Lagi-lagi gak masalah, yang penting hari ini saya ngebacot. Bacotan ini bermula karena belakangan saya sering mainin Instagram dan Twitter. Selebihnya kalau ada waktu senggang disempatin untuk nge-Youtube.

Saya heran, kenapa sih di Instagram dan Twitter gak ada fitur not like. Bukan dislike ya, kalau dislike kan di Instagram atau Twitter juga bisa membatalkan like. Hanya saja ini fitur yang mengekspresikan kita tidak suka oleh paparan dari seseorang. Ekspresi itu tidak mengharuskan kita berkomentar—yang bisa dinilai pedas—dan bermaksud untuk menghindari kata-kata: netizen hanya bisa berkomentar.

Beda kali sama Youtube yang memang fitur not like (atau di Youtube bilangnya malah dislike, ‘tau ah) benaran ada. Memang ada beberapa video yang memang tidak saya sukai karena beberapa alasan membuat saya memencet fitur itu, dan saya rasa itu cukup bagi saya untuk mengekspresikan ketidaksukaan saya terhadap video tersebut. Apalagi saya kan malas ngebacot di sosmed, lebih asikan ngebacot di blog karena masih sedikit orang yang ngebacot di blog. Kalau ngebacot di Twitter dan Instagram kan udah menjamur.

Memang kalau dipikir-pikir dengan adanya fitur jempol ke bawah ini—ya maksudnya not like—si pengunggah konten tidak tahu alasan netizen tidak menyukai kontennya. Tapi kadang ini bisa jadi bahan intropeksilah, sekaligus evaluasi dia terhadap konten yang dibuatnya. Soalnya nih ya, menurut saya pribadi, di Instagram dan Twitter kadang banyak yang nyeleneh juga. Memang iya sih, gak usah diliatin kali. Cuman kan gak ada salahnya juga kita saling mengingatkan untuk buat konten yang bagus-bagus aja.

Bukan berarti nyeleneh di sini maksudnya konten yang parodi atau candaan itu yang saya tidak suka, ya. Justru konten-konten hiburan itu malah saya sukai. Yang nyeleneh di sini maksudnya adalah konten ujaran kebencian, yang bahas soal toleransi padahal sebenarnya bukanlah yang terlalu memahami keberagaman, dan hal negatif lainnya. Konten-konten tadi justru dibalut dengan keseriusan dan menggiring opini seseorang. Sangat jauh sekali dengan kriteria konten-konten parodi yang terkesan santuy.

Belum lagi si pembuat konten yang katanya terlalu open minded, tapi kalau ada orang lain yang tidak sepemahaman ataupun tidak sesuai dengan jalan pikirannya langsung di cap salah. Apa open minded dipikirannya adalah segala sesuatu yang dipikirkannya benar? Selain itu salah? Terus yang tidak sesuai dengan pemikirannya berarti pikiran tersebut sempit?

Sudahlah, mulai sekarang kita bersosial media yang seru-seru saja. Sebarkan hal yang positif, selain itu tetap bersenang-senanglah dengan konten-konten yang bermanfaat. Saya malah senang makin banyak konten parodi dan tentunya mengajak untuk kebaikan. Untuk fitur jempol ke bawah ini sih, mungkin bisa jadi bahan pertimbangan. Tapi jujur ya, belakangan saya gatel banget pengen bilang kalau yang begituan itu salah, tapi terlalu malas untuk ngebacotinnya langsung di sosmed. Ya untuk saat ini masih malas, ga tau ya nanti ke depannya gimana. Yang jelas, saya sama sekali berusaha untuk menebar konten yang seru-seru di sosial media saya. Entah itu konten yang bertajuk kreatif, mengajak seseorang untuk kebaikan, membagikan kesenangan, dan apa saja. Selagi saya rasa itu masih positif dan di koridor norma, saya rasa tidak masalah. Kalau memang ada konten saya yang nyeleneh, saya mohon untuk diingatkan. Baik di blog ataupun di sosial media saya, silahkan kita bahas. Saya bukanlah seseorang yang terlalu berpikiran terbuka, tapi saya terbuka untuk mendengarkan segala macam pendapat orang lain. Jika pendapat saya salah pun saya merasa tidak sungkan untuk menerima kekeliruan saya.

Teringetnya, memang di Facebook sendiri sih fitur like-nya bisa menampilkan beberapa ekspresi. Seperti marah, kesal, terkejut, atau apa ya. Gak pala inget sih, soalnya saya jarang-jarang buka Facebook. Tapi tetap aja menurut saya fitur marah di Facebook menyatakan ekspresi terhadap suatu kejadian yang dibagikan, bukan marah terhadap tanggapannya. Ya kalau bisa di Facebook ada fitur jempol ke bawah ini sih juga asik kayanya, wehehe. Cuman kalau dipikir-pikir, takutnya banyak yang baper pula ya. Siap baper, terus dilabrak besoknya kan, “Eh, kok gak kau sukai statusku? Maksudmu apa? Kemarin aku bagus-bagus like fotomu, ini kok kau kasi jempol ke bawah gitu ke aku.” Yah, kalau udah kaya gini, ga ngerti jugalah gimana solusinya. Udah sama kalo seandainya kita gak follow atau blokir orang di sosmed, kan bukan berarti di real life kita gak suka sama dia. Terkadang yang kaya gini masih banyak yang belum menyadarinya.

Sekian bacotan saya untuk hari ini. Buat kamu yang masih bekerja, semangat, ya karena entar lagi akhir pekan. Dan buat yang masih bekerja di akhir pekan nanti juga tetap semangat, gak papa. Santuy aja. Setiap pekerjaan itu bagus kok, yang penting halal dan berkah. Kaya yang saya bacotin kemarin, yang penting kita semua bekerja dengan senang hati dan tentunya dengan integritas yang tinggi. Walaupun besok akhir pekan, tetap sempatin baca bacotan saya, ya. Di tunggu aja nanti tayangannya di blog ini.

1 komentar:

  1. menurutku fitur jempol kebawah ini perlu di add kan ke beberapa social media. karena bagi aku pribadi itu bisa jadi kritikan ke diri sendiri yang memungkinkan kita untuk lebih bisa memperbaiki kualitas maupun itu konten yang sedang kita sebar ke rana sosial media kita. karena dengan fitur jempol kebawah kita lebih terasah mencari tau tentang 'kenapa sih? apasih yang ngebuat dia ga suka sama konten ku ini'. jujur lebih bagus daripada dengar kritikan langsung yang mungkin beberapa orang ga terlalu suka dengan kata-kata kritisi

    BalasHapus