Memilih

Dalam sebulan ini, banyak orang yang menghubungi saya karena bingung akan pilihannya. Seperti yang kita sadari, kebingungan dalam menentukan pilihan hidup pasti sering terjadi dan dialami oleh banyak orang, terlepas dari usia, latar belakang, atau situasi kehidupan mereka. Keputusan besar seperti memilih karier, pasangan hidup, tempat tinggal, atau bahkan keputusan sehari-hari dapat menjadi sumber kecemasan dan ketidakpastian.


Barry Schwartz juga berpendapat melalui bukunya yang berjudul The Paradox of Choice: banyak pilihan dapat menyebabkan kelumpuhan dalam pengambilan keputusan dan penyesalan setelah keputusan itu diambil. Ketika terlalu banyak opsi yang tersedia, kita cenderung merasa takut membuat keputusan yang salah. Belum juga tekanan dari keluarga, teman, atau masyarakat dapat mempengaruhi keputusan kita. Harapan untuk memenuhi standar tertentu atau mengejar definisi kesuksesan yang ditentukan orang lain sering kali mengaburkan penilaian kita sendiri. Akibatnya, kita merasa bingung antara mengikuti keinginan sendiri atau memenuhi ekspektasi orang lain.  


Bisa jadi kita mengalami kebingungan karena kurangnya informasi yang relevan dan memadai untuk membuat keputusan yang tepat. Ketika informasi yang dibutuhkan tidak tersedia atau sulit diakses, membuat pilihan yang paling bijak menjadi tantangan besar.


Belum lagi saat kebingungan kita sering kali stres dan cemas yang berlebihan. Ketidakmampuan untuk memutuskan dapat mengakibatkan rasa cemas yang berlarut-larut, yang pada akhirnya mempengaruhi kesejahteraan mental dan fisik, dan juga dapat berujung pada terhambatnya produktivitas dan pencapaian tujuan.


Salah satu cara yang biasa saya pakai untuk mengatasi kebingungan adalah dengan membatasi jumlah pilihan yang tersedia. Fokus pada beberapa opsi terbaik dapat membuat proses pengambilan keputusan menjadi lebih sederhana dan lebih terkendali. Setelah 2-3 pilihan yang tersedia, saya juga membuat kelebihan dan kekurangan apa saja yang ditimbulkan jika saya memilih yang satu ataupun yang lainnya. Biar lebih mudah, coba terapkan skoring saat mengelaborasikan kelebihan dan kekurangan dari pilihan yang ada. Biasa saya memakai skala skor 1-10. Jika kamu memakai skala 1-5 atau bahkan 1-100 juga sebenarnya tidak masalah. Mana nyamannya saja. Setelahnya, semua kelebihan dan kekurangan tersebut dijumlahkan lalu dihitung dengan formulasi: total skor kelebihan – total skor kekurangan. Mana hasilnya yang paling tinggi, itu bisa menjadi pilihan.

Pastinya juga dalam skoring kelebihan-kekurangan atas pilihan-pilihan yang ada kita juga sering mengalami kesulitan. Maka dari itu, kita harus mengumpulkan informasi yang cukup dan relevan sebelum membuat keputusan. Ini termasuk memahami semua konsekuensi potensial dari setiap pilihan yang tersedia. Bila perlu, coba  ajak diskusi orang lain agar bisa mendapatkan perspektif dari orang lain, seperti teman, keluarga, atau profesional. Boleh jadi kita bisa mengandalkan intuisi atau suara hati kita dalam membuat keputusan. Sebab intuisi itu hasil dari pengalaman dan pengetahuan yang tidak selalu disadari secara penuh, tetapi dapat memberikan panduan yang berharga.


Kebingungan dalam menentukan pilihan hidup adalah bagian dari proses manusiawi juga. Dengan memahami penyebabnya dan menerapkan strategi untuk mengatasinya, kita dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana dan mengurangi kecemasan yang terkait dengan proses memilih. Tetaplah tenang, pertimbangkan semua faktor, dan ingat bahwa tidak ada keputusan yang sempurna. Namun perlu diingat kalau setiap pilihan adalah langkah menuju pertumbuhan pribadi dan pemahaman yang lebih baik tentang diri kita sendiri.

2 komentar:

  1. Jarang bingung untuk memilih keputusan-keputusan besar karena lebih sering nunggu petunjuk Yang Maha Kuasa pakai jalur nanya Ortu hahaha. Tapi klo urusan pakai baju apa, mau makan apa, enaknya main apa di waktu senggang, itu lebih sering gampang bingung sih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha. Kalau yang itu bisa pakai jalur fifty fifty atau phone a friend, Iyah😁

      Hapus