Bara yang Hampir Padam


Masa sekolah hingga kuliah dulu sering kali menjadi periode di mana saya banyak menemukan kecintaan terhadap membaca dan menulis. Entah itu membaca berbagai bacaan fiktif seperti novel, menuangkan ide dalam tulisan di blog, merajut cerita pendek, bahkan sering bela-belain ikutan kelas menulis. Aktivitas ini bukan hanya mengisi waktu luang, tetapi juga melatih berbagai keterampilan penting. Terlebih sebenarnya ini semacam iseng-iseng “berhadiah”. Sebab tak jarang saya mendapatkan cuan darinya.

Namun, memasuki dunia kerja, saya merasakan hobi ini perlahan memudar. Hal ini pun menimbulkan pertanyaan: mengapa kegiatan baca-tulis yang dulu begitu digeluti seakan sirna ditelan kesibukan?

Maka dari itu saya akan merefleksikan perihal ini.

Mungkin yang pertama bisa ditelaah dari masalah waktu. Ketika mulai bekerja, waktu dan energi saya dapat tersita oleh tuntutan pekerjaan. Bekerja mungkin mengharuskan saya untuk menghabiskan banyak waktu di kantor atau di perjalanan. Hingga akhirnya saya pun meninggalkan sedikit waktu dan energi untuk mengejar hobi-hobi kreatif seperti membaca dan menulis. Selain itu, tuntutan pekerjaan yang tinggi (menurut saya) seringkali membuat saya merasa stres dan lelah, sehingga saya lebih memilih untuk beristirahat atau melakukan kegiatan santai yang lebih pasif daripada mengejar hobi yang membutuhkan konsentrasi dan kreativitas yang tinggi.

Yaps. Bahkan sekalipun membaca, dan saya semakin sadar kalau membaca itu boleh jadi seni karena kita pun harus piawai mengintonasikan bacaan kita. Terlebih bacaan yang saya sukai ialah bacaan fiksi, dengan tokoh dan penokohan yang berbeda-beda. Saya harus bisa “mengubah” suara hati saya Ketika membaca novel A dengan karakter B. Pun dengan karakter lainnya. Dan begitu juga dengan cerita atau novel lainnya.

Untuk pembahasan kreativitas dalam menulis, rasanya tidak perlu dibahas lagi. Karena jujur-dan-lagi-lagi, saya capek. Tak perlu diperjelas juga kalau dalam menulis kita butuh kreativitas (yang tinggi, menurut saya). Dan tentunya, memunculkan kreativitas itu melelahkan (menurut saya, dan tentunya banyak orang juga sependapat).

Di samping itu, boleh jadi saat saya memasuki dunia kerja, saya mungkin sudah merasa puas dengan pencapaian profesional dan merasa bahwa tidak perlu lagi mengejar hobi-hobi kreatif untuk memuaskan keinginan pribadi. Kemungkinanya juga saya merasa waktu dan energi yang saya miliki harus sepenuhnya dialokasikan untuk pekerjaan, dan bahwa mengejar hobi-hobi kreatif hanya akan mengalihkan perhatian dari tujuan dalam pekerjaan saya.

Padahal kenyataannya ialah pencapaian profesional itu tidak serta-merta akan “puas” dan “habis”. Ini juga mungkin faktor dari perubahaan gaya hidup yang makin kesini juga saya semakin sadar. Saat masih sekolah hingga kuliah, mungkin saja saya memiliki lebih banyak waktu luang untuk mengejar ambisius saya dalam membaca dan menulis. Namun seketika semuanya berubah ketika saya mulai bekerja dengan adanya tanggung jawab lebih yang harus dipenuhi. Hingga seringnya pun, saya jadi sudah kepalang malas duluan untuk menggali ambisius lama saya dan memunculkannya di benak saya untuk saat ini.

Tidak hanya itu, rasanya tidak lengkap kalau saya membahas apa yang bersumber dari “saya” dan “perubahaan saya”. Mari bahas “perubahaan terhadap saya”, yaitu perubahan lingkungan sosial.. Saat belum bekerja, saya mungkin memiliki lingkungan yang mendukung dan mendorong minat saya terhadap hobi-hobi kreatif seperti membaca dan menulis. Di samping keluarga saya yang mendukung penuh hobi saya, ada juga teman-teman saya yang suka membaca tulisan fiksi ataupun blog saya. Ditambah lagi saya juag mengikuti komunitas blog. Rasanya mereka juga turut berpengaruh dalam kegemaran saya dalam baca-tulis. Bagaimana tidak, saya punya teman untuk berbagi soal tulisan maupun blog. Tentunya juga teman sekolah saya kebetulan beberapa yang minta baca sehingga saya punya orang untuk sekedar berbagi novel apa yang akan dibaca, dan juga mendiskusikannya. Otomatis itu yang membuat saya bagai tidak kehabisan bara kala banyak yang memantik.

Lalu ketika mereka memasuki dunia kerja, lingkungan sosial saya mungkin berubah, pun kebetulan saya tidak tinggal berdekatan dengan para pemantik tersebut. Bara itu hampir padam, tak ada yang memantik. Tapi tak masalah. Pun saya tidak memaksa orang-orang yang di sekeliling saya sekarang untuk memantiknya kembali. Sebab mereka pun bisa jadi kehabisan energi juga seperti saya. Atau punya kesibukan yang lain. Sungguh, ini bukan urusan mereka, kewajiban mereka, dan sama sekali bukan salah mereka. Tidak ada yang salah dengan ini semua.

Termasuk saya. Pun tidak salah (rasanya) ketika saya sudah tak membara lagi.

Terlepas dari itu semua, kini tiba puncaknya untuk saya kembali berefleksi bahwa membaca dan menulis memiliki banyak manfaat. Membaca dapat membantu saya untuk memperluas wawasan (sekalipun yang saya baca fiksi), meningkatkan keterampilan komunikasi, dan seyogiyanya dulu saya membaca untuk mengurangi stress saat bersekolah. Begitu juga dengan menulis seyogiyanya dapat membantu saya untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis, menyampaikan ide dengan persuasif, dan memproses emosi dan pengalaman saya dengan lebih baik. Bahkan seringnya saya menganggap menulis boleh jadi proses healing saya disaat tidak punya waktu atau sumber dana untuk healing bepergian.

Maka setelah refleksi ada baiknya saya pun mengevaluasi. Mungkin sulit untuk tetap konsisten dalam mengejar hobi membaca dan menulis dikondisi sekarang. Tapi saya pun rasanya harus lihai untuk mencari waktu dan energi agar tetap melakukannya. Bisa saja mulai konsisten untuk menetapkan waktu khusus setiap minggu atau setiap bulan. Atau bisa juga dengan mencari cara untuk menggabungkan hobi-hobi ini ke dalam rutinitas sehari-hari, misalnya dengan membaca selama perjalanan pulang-pergi atau menulis di kantor ketika jam istirahat.

Yok bisa yok, balik kaya dulu lagi. Inget, Mal, bulan depan tagihan domain blog ini jatuh tempo. Ya kali blognya tetap kosong tapi tetap bayar tagihannya terus. Yang benar aja, rugi dong!

4 komentar:

  1. Nikmal oh Nikmal. You are not alone. 🙂

    Pernah ada di fase itu, bahkan malah bolak balik dengan segala alasan, goal, niat dan kawan-kawannya.

    Jangan sampai merasa terbebani oleh hobi yang kembali mau dikejar itu, sih intinya. Kalau kira-kira udah mulai merasa demikian, sukuri kondisi saat ini. Makin dewasa prioritas juga akan bergeser.

    Nah, masih berhasrat dan masih berkesempatan untuk bisa membangun lagi mimpi dan sesuatu yang kita sebut hobi yang ditinggalkan sayang ini, juga adalah suatu berkah.

    Ciayo Nikmal.

    BalasHapus
  2. Sepertinya ini fase yang dialami para blogger, ya.
    Dan memang, capeknya pekerja ini biasanya diisi dengan istirahat total (dari berpikir, karena menulis butuh mikir)
    Membaca? Kalau aku baca sambil baring yang ada ketiduran, baca sambil duduk yang ada ngantuk, haha.
    memang fisik emak2 udah beda :D
    Ayo semangat semangat, aku juga harus bayar tagihan domain hahaha

    BalasHapus
  3. Udah paling pas memang masuk Blog M VIP ya. Agak dipaksa biar membara terus. Jangan sampai di tahap dua kita udah ketendang. hihihi

    BalasHapus
  4. Yok bisa yok. Lewat Blog VIP hobi baca-tulis bisa kembali berkobar🔥🔥

    BalasHapus