Lembaran Baru

Aku merasa hidupku yang dulu kembali. Baru tiga hari aku menikmati liburku yang seutuhnya. Biasanya Sabtu-Minggu kegiatan padam, tetapi masih saja tugas diberikan. Ah-ya! Liburan ini masih ada tugas. Sebab tanggal 3 nanti saat kegiatan kembali dimulai aku harus menyuguhkan dengan rinci engine-engine pesawat. Tapi kurasa tidak masalah. Tugas itu kurasa bisa kutunda mengingat deadline masih lama.

Seperti biasa, jika aku ada di rumah, Ummi selalu bertanya apakah aku memiliki tugas atau tidak. Kujawab saja ada tapi tidak terlalu banyak dan masih dalam batas wajar. Hari-hariku berkegiatan Ummi selalu bertanya mau makan apa sebelum berburu ke pasar, kujawab terserah saja. Tapi kali ini tidak. Entah kenapa aku ingin mencicipi mi lidi.

Memang saat aku berada di rumah untuk libur-yang-betul-liburan pasti pengeluaran Ummi sangat banyak. Bagaimana tidak, biasanya aku ingin memasak kudapan hanya untuk menghilangkan jenuh. Belum lagi jika ada teman yang mengajak keluar. Sudah bisa dipastikan berapa banyak pengeluaran itu. Sungguh memang tak berguna—hanya bisa menyusahkan, dan aku menyadarinya.

Ah, lupakan saja. Itu hanya bisa membuatku tambah terbebani pikiran. Aku hanya mau menikmati libur. Menikmati sisi kasurku yang hanya tiap malam kutiduri tanpa mimpi karena saking lelahnya. Kurasa aku harus tidur siang kalau tidak ada agenda. Sudah jarang sekali tidak tidur siang.

Hari ini Ummi minta dimasakkan kue dadar. Sungguh, rasanya hidupku seperti kembali seperti dulu. Hidup tanpa adanya aircraft drawing, fisika yang njlimet, matematika yang menyebalkan, ataupun sederetan hafalan dan praktikum di workshop yang harus dikerjakan. Kutakar tepung dan air. Kuhaluskan hingga kurasa mereka berdua membentuk campuran. Rasanya sudah lama tanganku tak memegang tepung. Aroma tepung yang khas seakan-akan menguapkan memoriku yang lalu tentang aku yang masih suka merusuh di dapur Ummi.

Kumasukkan adonan, setelah kuoleskan sedikit minyak menggunakan kuas yang sengaja dibuat dari pandan. Harus sigap aku memutar adonan untuk membuat dadar yang diinginkan. Ah, tidak selihai dulu kurasa. Tapi tak apa. Begitu empat sampai lima adonan kubuat semuanya kembali enak dan seperti dulu. Dadarnya bulat rapi dan sesuai yang diinginkan.

Setelah itu aku melipat bersama inti yang sudah dipersiapkan. Sungguh aku tersenyum. Hidupku kembali, seperti dulu lagi. Kulihat Ummi menikmatinya. “Besok masak bakwan, ya,” pinta Ummi dengan masih mengunyah kue dadar. Aku mengangguk dan berkata, “Paginya bakalan dimasak, siangnya ada janji sama teman.”

Sore ke malam kuhabiskan untuk membaca novel. Sungguh, semenjak kegiatan banyak menyita waktu aku sudah tidak bergulat dengan duniaku yang satu ini. Apapun itu. Membaca, menulis, ngedokumenter, atau sekedar iseng ikut lomba nasional maupun giveaway di blog ataupun twitter. Masih banyak novel yang kubeli tertumpuk belum kubaca. Maka kurasa liburan ini harus kuhabiskan.

Teringat pada masa dulu asal membaca novel akan selalu sigap mencatat kutipan favorit sebagai bahan tambahan untuk resensi di blog. Duh, kapan terakhir kali aku menulis resensi. Rasanya sudah lama. Oklah, untuk kali ini nanti saja menulis resensi. Aku hanya ingin membaca dengan menikmati setiap gaja penulisannya.

Hidupku kembali. Aku senang, tak tahu bagaimana mengutarakannya. Mungkin ini akan menjadi lembaran baru yang harus kutuliskan, setelah lembaran sebelumnya tercoret dengan coretan kasar, kumau ini terukir dengan indah. Walau hanya sebentar, tapi kuharap ukiran indah ini dapat tertoreh pada beberapa halaman.

2 komentar:

  1. Sama seperti kebiasaanku, mencatat kutipan menarik dri buku untuk keperluan resensi hehe kdang juga untuk caption instagram wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kayanya kebanyakan orang ngeresensi buku pasti nyatet kutipan menariknya ya :)

      Hapus