Kubuka bungkusan kado yang
diberikan oleh Momy tadi. Ternyata isinya tidak begitu membuatku terpana: hanya
jari bongkar pasang yang akan kuletakkan di tangan kiriku. Mungkin tubuhku
tampak sempurna dengan ini. Setelah umurku yang hampir kepala dua ini, dan
semakin percaya diri aku untuk berpergian keluar rumah.
Memang setiap aku berulang tahun,
pasti Momy memberikanku sebuah kado. Kado itu berisi beberapa rangkaian tubuh
bongkar pasang yang bisa melengkapi diriku. Aku hanya terlahir dari kepala yang
dirancang oleh Momy. Setelah itu, saat umurku dua tahun, aku mendapatkan kado
badan. Begitu juga seterusnya hingga sekarang saat aku berumur 19 tahun aku
menjadi utuh dan sempurna.
Tinggal menunggu waktu satu tahun
lagi untuk mendapatkan jari-jari kaki maka tubuhku akan sempurna seperti Momy. “Momy
janji akan merancang jari-jari kakimu,” begitulah kata Momy. Tapi aku tidak
peduli. Dengan penampilan seperti ini, aku bisa keluar rumah seperti kebanyakan
manusia biasa. Masalah jari kaki yang belum ada, aku bisa menutupnya dengan
menggunakan sepatu. Yang jelas, aku sudah hampir sempurna. Mungkin tinggal 97
persen lagi.
Setelah semuanya hampir sempurna
dan aku sangat percaya diri untuk keluar, aku akan keluar rumah. Ini demi
mencari sesosok pria yang aku tidak pernah tau bagaimana dirinya, tapi aku
merasa memilikinya.
Dan pria itu adalah Dady.
Momy selalu merahasiakan Dady
dariku. Kata Momy, aku terlahir tanpa Dady—sebab aku ini hanyalah makhluk
bongkar pasang. Kerangka-kerangka tubuhku juga tercipta dari susunan-susunan
plastik keras dan semi lunak serta anti api. Betapa lemahnya diriku daripada
manusia-manusia normal lainnya. Tapi, aku tetap berambisi bahwa aku punya Dady.
“Tubuhmu sama seperti manusia,
tapi kau berbeda dengan manusia. Kau bisa membongkar pasang tubuhmu, tapi kau
tetap bernyawa. Misalnya, coba kau lepaskan matamu, kau tetap bernyawa dan
masih bisa melihat!” Itulah kata Momy saat memberitahuku kalau aku benar-benar
anak istimewa.
Kalau aku istimewa, berarti aku harus bisa menemukan Dady. Dan ini benar-benar harus!
~ ~ ~
Aku mencabut mataku, kemudian
kuarahkan mataku kesekeliling kamarku untuk memastikan kalau ini benar-benar
pagi. Aku juga yakin kalau ini pagi, sebab saat kuarahkan mataku ke arah nakas,
otakku berkata kalau jam digital di atas nakas itu menunjukkan pukul 08:35.
“Pasti Momy sudah pergi.” Aku
kembali memasang mataku ke tempat sebagaimana mestinya. Kemudian aku segera
bangun dan berganti baju. Dan setelah itu, aku akan keluar rumah.
Aku seperti menghirup udara bebas
ketika keluar rumah. Walaupun udara kota Los Angles tidak segar, tapi rasanya
ini sangat segar. Kulangkahkan kakiku semakin jauh. Sambil berjalan, aku juga
melihat tanggapan para pejalan kaki di sekitarku. Tanggapan mereka biasa saja,
bahkan mereka tidak mengenaliku sebagai makhluk bongkar pasang.
“Mungkin dulu Momy melarangku
keluar karena dulu aku belum sempurna dan tidak tampak seperti manusia. Tapi
kan, sekarang berbeda. Aku sudah hampir sempurna. Segala kekuranganku sudah
kututupi.”
Aku semakin berjalan semakin
terus tanpa tujuan. Kakiku terasa pegal sekali. Ingin sekali kucopot kakiku
yang serasa pegal ini. Keadaan sekarang tidak memungkinkan. Kalau aku copot
kakiku, pasti banyak orang yang heran kepadaku. Jika aku terus menggunakan kakiku untuk berjalan, maka daya baterai yang ada di kakiku akan melemah dan kakiku bisa lumpuh total.
"Sepertinya aku tidak istimewa. Aku harus pulang dan mengisi ulang daya bateraiku."
Kupaksakan diriku untuk pulang dengan sisa-sisa baterai yang mungkin tinggal 10 persen lagi.
"Sepertinya aku tidak istimewa. Aku harus pulang dan mengisi ulang daya bateraiku."
Kupaksakan diriku untuk pulang dengan sisa-sisa baterai yang mungkin tinggal 10 persen lagi.
~ ~ ~
Saat aku sampai di rumah, aku mendapati wajah Momy yang sudah memandangku dengan tatapan sinis. Tapi, begitu Momy melihat kakiku yang menandakan kalau daya baterainya lemah, segera Momy menuntukan untuk pergi ke kabel tempat pengisian dayaku. Aku langsung digendongnya dan sekarang aku merasa terlindungi.
Aku sangat lega ketika kakiku sudah diisi daya. Sekarang Momy langsung menginterogasiku. "Kenapa kamu keluar rumah?"
"Aku ingin bertemu dengan Dady. Aku tidak pernah bertemu dengan Dady." Aku menatap wajah Momy dengan sengit. Sementara Momy hanya memandangku dengan iba.
"Mom, kenapa Momy tidak pernah menunjukkan Dady kepadaku. Aku hanya ingin bertemu dengan Dady. Rata-rata semua anak pernah bertemu dengan Dady. Walau ada di antara mereka yang Dady-nya sudah meninggal, tapi Momy-nya akan memberitahu itu. Sementara itu, Momy tidak pernah memberitahu apa-apa tentang Dady."
Momy tambah iba terhadap diriku. Ia langsung mengeluarkan air matanya dan terus menangis. Aku sangat prihatin terhadap Momy, tapi aku harus bagaimana. Dan akhirnya, aku membiarkan Momy tetap menangis.
Setelah puas menangis, akhirnya Momy menarik napas. "Begini, Momy akan beri tahu soal Dady-mu. Tapi sayang kakimu melemah. Jadi, kakimu harus di copot." Momy hendak mencopot kakiku, tapi, "tunggu dulu! Kalau kakimu di copot, dan Momy hanya membawa badanmu, apa tidak aneh nanti dilihat orang?"
Ah, iya juga ya. Jadi bagaimana ini?
"Haaa, begini saja! Momy akan membawa keluar kedua mata dan telingamu. Dengan mata dan telingamu, kau pasti bisa mendengar dan melihat apa yang Momy akan tunjukkan. Oh iya, mulutmu akan Momy bawa juga, supaya apa yang ingin kau tanyakan bisa Momy ketahui."
Kemudian Momy mencopot kedua mata dan telingaku serta mulutku dari kepalaku dan mengantonginya di saku kemejanya. Kemudian, aku tidak tahu apa-apa lagi karena pandanganku gelap karena tidak ada cahaya yang masuk di saku kemeja. Hanya hentakan kaki Momy saja yang kudengar.
~ ~ ~
"Kita sudah sampai!"
Aku langsung melihat batu nisan yang terpampang dari lensa mataku. "Ini batu nisan siapa, Momy?"
"Ini batu nisan Dady." Apa? Dady sudah meninggal? Kemudian Momy terus melanjutkan ceritanya. "Sewaktu Dady hidup, ia bermimpi menciptakan makhluk bongkar pasang sepertimu. Tapi, saat ia sedang berusaha menciptakanmu, dia sudah mengidap penyakit kanker. Dia tidak pernah menyerah, hingga pada akhirnya saat kamu tercipta masih kepalamu saja, ia sudah meninggal."
Momy kembali terisak, mungkin ia teringat kepada mendiang Dady. "Momy tetap berambisi mewujudkan cita-cita Dady. Tapi, Momy tidaklah sepintar Dady. Andai saja Dady masih hidup, pasti kau tidak perlu menunggu sampai 19 tahun seperti saat ini untuk hampir sempurna."
Aku sedikit sedih melihat Momy yang terus menangis. Tapi, dari dalam diriku, aku sangat bangga memiliki seorang Dady yang sangat pintar. Walau aku tercipta bukan dari hubungan seksual, tapi aku merasa puas berada di dunia ini. Walau aku tercipta tidak sempurna seperti saat ini, tapi aku bangga bisa memiliki sesosok Momy yang mau berjuang untuk melengkapiku.
Aku punya ide: "Momy, tolong letakkan salah satu mataku di dekat nisan Dady. Agar aku bisa memantau makam Dady. Juga agar aku bisa lebih dekat dengan Dady. Aku rela kehilangan satu mata agar aku bisa untuk Dady."
Momy mengusap air matanya, kemudian meletakkan mata sebelah kiriku di samping kanan batu nisan Dady. Kemudian, kami berdua pulang ke rumah.
Momy kembali terisak, mungkin ia teringat kepada mendiang Dady. "Momy tetap berambisi mewujudkan cita-cita Dady. Tapi, Momy tidaklah sepintar Dady. Andai saja Dady masih hidup, pasti kau tidak perlu menunggu sampai 19 tahun seperti saat ini untuk hampir sempurna."
Aku sedikit sedih melihat Momy yang terus menangis. Tapi, dari dalam diriku, aku sangat bangga memiliki seorang Dady yang sangat pintar. Walau aku tercipta bukan dari hubungan seksual, tapi aku merasa puas berada di dunia ini. Walau aku tercipta tidak sempurna seperti saat ini, tapi aku bangga bisa memiliki sesosok Momy yang mau berjuang untuk melengkapiku.
Aku punya ide: "Momy, tolong letakkan salah satu mataku di dekat nisan Dady. Agar aku bisa memantau makam Dady. Juga agar aku bisa lebih dekat dengan Dady. Aku rela kehilangan satu mata agar aku bisa untuk Dady."
Momy mengusap air matanya, kemudian meletakkan mata sebelah kiriku di samping kanan batu nisan Dady. Kemudian, kami berdua pulang ke rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar