Tragis! Akhirnya
disinilah puncaknya. Aku akan pergi meninggalkan rumah megah ini yang sudah
menyiksaku sekian lama. Juga bayiku yang baru lima bulan yang lalu aku lahirkan
pun harus kutinggalkan. Sangat sedih…
Aku tahu, wanita
brengsek itu, wanita malam mungkin dia! Sebab, dia bisa-bisa saja merasuki
nafsu mantan suamiku. Aku yakin wanita itu pasti pelacur! Sebab, asal aku jumpa
dengannya selalu saja yang ia kenakan pakaian minim, yang membuat semua kaum
Adam nafsu oleh pesonanya.
Bayi itu, maksudku
anakku, terpaksa aku tinggalkan, dan akan dirawat oleh wanita yang mengambil
suamiku itu. Aku tidak yakin, bayi itu akan selamat dirawatnya. Tapi.. entahlah,
aku serahkan semuanya pada Tuhan.
Dan entah kapan
pula birahi suamiku tidak kupenuhi. Hingga suamiku harus berzina dengan wanita
malam itu. Kini apa daya? Suamiku harus menceraikanku, sebab aku tak ingin
dimadu. Dan wanita malam itu, aku yakin ia pasti ingin menggerogoti harta
suamiku. Juga mungkin beberapa persen ada hartaku juga, karena aku telah lelah
mengais uang di bank tempat aku bekerja.
Dua koper rasanya
cukup membawaku pergi dari sini. Barang-barang pribadiku, tidak ada sepeser
harta pun, paling hanya satu yang sangat berharga yang diberikan mantan suamiku
itu, mobil Avanza yang tak seberapa harganya itu. Syukurlah, jadi aku bisa
berkendara tanpa pening-pening lagi.
Aku langsung ke
rumah teman kerjaku. Menjadi customer service di bank, itulah kerja kami
berdua. Dan karena pekerjaan itu, kami menjadi akrab. Hanya dia yang bisa
kuadukan, selebihnya tidak ada orang lain. Orang tuaku di Jambi. Aku ke Medan
hanya ikut kemauan suamiku. Karena, suamiku itu orang batak. Sebaiknya, sejak
sekarang aku harus memanggilnya mantan suami. Kami kan sudah bercerai!
“Sudahlah Milly,
kamu tidak usah bersedih, ini hanya ujian dari Tuhan, kan masih ada aku,” kata
Bela kepadaku. Kata-katanya cukup menghibur.
“Rasanya aku sudah
bodoh! Kenapa dulu aku harus menikah dengannya? Aku menyesal,” aku menangis
sejadi-jadinya di pelukan Bela.
“Sudahlah,
sepertinya kamu ini perlu refreshing-lah. Kamu liburan aja deh!” saran
Bela. Saran yang bagus menurutku. Aku harus berlibur. Sudah lama juga aku tidak
berlibur. Tapi, aku mau berlibur kemana?
“Aku sarani kamu
berlibur ke Samosir aja, Mil.”
~~~
Kurasa seminggu
ada juga aku sudah di rumah Bela. Saran Bela menurutku bagus juga. Aku akan
pergi besok!
“Bel, aku besok
siang mau pergi ke Samosir. Kamu benar! Aku memang butuh refreshing,”
kataku sangat mantap.
“Hah? Siang? Kalau
siang terpaksa kamu harus menginap di Prapat, soalnya pasti kamu sampai sana
malam. Kalau kamu mau sampai di Samosir pagi atau siangan sedikit, kamu harus
berangkatnya malam,” kata Bela begitu. Bela memang asli orang Medan.
Tempat-tempat wisata di Sumatra Utara, sudah semua ia lalui. Jadi, tidak
salahnya memang kalau aku membilang bahwa Bela itu joki travel Sumut.
“Oh yasudah deh,
aku berangkat malam.”
Malam itu masih
kelam. Terpaksa aku menyeruput beberapa gelas kafein. Juga cabe rawit yang
disarankan oleh Bela. Katanya, jika mulut terasa pedas, rasa kantuk juga bisa
hilang. Aku sediakan beberapa permen karet. Malam ini, .benar aku tidak
ngantuk. Aku bisa menyetir mobil sepeninggalan mantan suamiku menuju Samosir.
Jalanan Medan-Prapat juga terasa sepi. Hingga akhirnya aku sampai di sana masih
pagi buta. Kurasa ada pukul 06.15.
Aku langsung ke
pelabuhan di Ajibata. Kulihat di sana masih sepi. Sangat sepi. Aku memesan
tiket untuk ke Samosir. Setelah itu, kulihat pemandangan sekitar Samosir.
Lamuananku buyar saat melihat anak-anak di Ajibata mandi di Danau Toba dengan
ceria. Teringat pula masa kecilku mandi di sungai bersama teman-temanku di
Jambi. Juga teringatku pula nasib bayiku. Dimana dia sekarang?
“Tao Toba”
begitulah tulisan yang ada di kapal itu. Kata Bela, Tao itu berarti Danau.
Entah bahasa apa itu, batak toba atau yang lain. Tapi kurasa itu memang batak.
Aku langsung menuju ke mobilku. Langsung kuhidupkan mesin dan akhirnya
kumasukkan mobilku ke kapal Tao Toba dan aku sudah berada di kapal tersebut.
Mobilku sudah
terparkir rapi. Aku menuju ke lantai dua. Langsung saja aku duduk di paling
depan, menikmati perairan Danau Toba dari ketinggian yang tidak kuketahui
berapa meter. Aku melamun beberapa saat.
“Mau ke Samosir
juga?” lamunanku buyar atas pertanyaan itu. Kulihat itu dari perempuan yang
menyentuh tubuhku.
“Pasti iya dong.
Bukankah kapal itu menuju Samosir? Apa aku salah naik kapal?” tanyaku kepada
perempuan itu.
“Tidak, kamu tidak
salah kok,” jawab perempuan itu.
“Lihatlah kesana,
kita lagi ada di air tawar yang luas sekali. Tahukah kau legenda Danau Toba
ini?” tanya perempuan itu kepadaku.
“Tahu, dari ikan
mas itu yah?” tanyaku meyakinkan jawabanku.
“Betul, dengan
beberapa versi yang berbeda tetapi intinya tetap sama. Itulah nasib temanku.
Dia sudah merebut suami orang lain. Dan dia juga membunuh orang lain,” jawabnya
begitu.
“Lantas apa
hubungannya dengan legenda Danau Toba ini?” tanyaku penasaran kepada perempuan
itu. Kali ini aku semakin akrab dengannya.
“Kalau kau ikuti
versi ceritaku, pasti ada hubungannya. Di akhir cerita ikan mas itu bersumpah
ria dan dia telah menenggelamkan banyak orang, termasuk anaknya. Nah, maksud
banyak orang disini ialah, ikan mas itu sudah merebut suami orang lain, dan
membuat orang lain tersebut tenggelam, dalam artian sakit hati. Dan tidak segan
juga ikan mas itu membunuh anak orang lain itu juga. Bukankah temanku itu
sangat tak punya hati?” jelasnya panjang lebar.
“Begitu… memang
orang begitu tidak punya hati. Sama kayak wanita malam itu!” kataku kesal
terhadap wanita malam itu kembali. Mendengar cerita perempuan itu, aku menjadi
ingat kembali kepada wanita malam itu yang merebut suamiku.
“Wanita malam
mana?” tanya perempuan itu. Kali ini ia yang penasaran.
“Ceritanya
panjang. Hingga akhirnya ia menyuruh suamiku menceraikanku dan menikah dengan
wanita malam itu. Aku harus meninggalkan bayiku. Sebelumnya karena dia juga aku
tersiksa, pipiku yang biru legam ini, bekas tinjuan dari suamiku,” jelasku panjang
lebar.
“Kalau begitu apa
tujuan kamu ke Samosir?” tanya perempuan itu lagi.
“Aku sudah penat.
Kurasa Samosir bisa menghilangkan segala kepenatan ini!” jawabku dengan tegas.
“Pulanglah.
Kembali ke suamimu. Wanita malam yang kau bilang itu telah membunuh bayimu,”
katanya begitu.
“Kamu kok tahu,
kamu siapa?” tanyaku keheranan.
“Aku temannya si
wanita malam yang kau bilang itu. Anakmu tiga hari yang lalu sudah meninggal.
Temanku yang wanita malam itu terlalu keasyikan dengan suamimu bercinta. Kata dokter,
bayimu itu kekurangan gizi, makan bayimu juga kurang, dan tidak diberi ASI,”
jelasnya panjang lebar.
“Lantas bagaimana
kau bisa tahu aku akan pergi ke Samosir hari ini?” tanyaku semakin tidak
percaya.
“Aku jelasin
sedikit panjang. Sebenarnya kematian bayimu sudah kuberi tahu oleh temanmu,
yang bekerja di bank bersamamu. Aku tahu kamu di situ, karena waktu kamu pergi
aku mengikutimu. Alasanku mengikutimu karena temanku sudah membuatmu sakit
hati, jadi tidak salah kan aku harus menjagamu. Dalam artian segala informasi
akan kuberikan kepadamu. Sebenarnya aku tidak akan tega memberikan berita duka
cita perihal kematian bayimu kepadamu. Aku menitip kepada temanmu itu. Dan
temanmu tidak sanggup membilangnya, karena ia tak mau melihat kesedihan kamu
bertambah. Dan ia kembali meminta tolong kepadaku, hingga aku harus ke Samosir
bersamamu. Tinggalkanlah Samosir. Yuk kita pulang!”
Kapal Tao Toba
sudah sampai di Tomok, Samosir. Aku kembali menaiki kapal itu. Sangat tidak di
duga. Aku harus meninggalkan Samosir sekarang. Demi bayiku. Kalau ada
kesempatan boleh juga aku akan mengunjungi Samosir. Aku janji…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar