Dua Ribu Tujuh Belas

Tulisan ini sebetulnya semacam rangkuman saya selama setahun. Rangkuman-rangkuman apa saja yang terjadi dan rasanya boleh saya bagikan ke khalayak banyak. Sebab tetap saja ada beberapa kejadian yang hanya saya bagikan kepada orang terdekat, ada yang hanya bisa dibagikan kepada keluarga, atau bisa jadi ada kejadian yang hanya saya, Allah, malaikat, beserta makhluk yang bisa mengetahui kejadian yang tidak ingin saya bagikan kepada siapa-siapa.

Dua ribu tujuh belas merupakan tahun yang bagi saya biasa-biasa saja, tidak ada yang begitu spesial, tapi tetaplah tidak monoton. Dua ribu tujuh belas adalah tahun masehi dimana saya banyak belajar. Perubahan banyak yang terjadi secara cepat. Banyak yang terkadang membuat saya tidak percaya. Tapi bagaimana pun dua ribu tujuh belas adalah tahun yang tidak terlalu rumit. Hanya saja sekali muncul masalah rasanya sangat berat sampai terkadang mengelabuinya sulit, memikirkannya sukar hingga menumbuhkan banyak jerawat.

Dan masalah itu saya tidak mau membahasnya, cukup menjadi pelajaran bagi saya.

Saya ingin merangkum perubahan-perubahan apa saja di dua ribu tujuh belas, yang pada tahun-tahun sebelumnya juga tidak saya alami secara signifikan. Dua ribu tujuh belas adalah tahun dimana kehidupan perkuliahan lebih sering dilakukan dibandingkan kegiatan lainnya—kurasa tahun depan juga demikian. Berbeda dengan tahun lalu dimana masih menikmati masa transisi antara siswa SMA dengan mahasiswa, dua ribu tujuh belas menuntut saya menjadi mahasiswa yang harus berlama-lama di kampus. Senin sampai Jumat kuliah, masuk dari pagi pulang sampai sore—bahkan kalau Jumat terkadang sampai mau Maghrib hingga akhirnya saat Maghrib masih berleha-leha menikmati macet di jalan.

Sampai rumah kerjain tugas, buka ponsel sebentar, bersosial media sedikit—itupun kalau tidak ada yang agak gimana gitu—siap itu makan, sholat, tidur, bangun, mandi, udah siap itu ngampus lagi. dua ribu tujuh belas meninggalkan hobi lama saya untuk produktif baca dan tulis. Dari tahun ke tahun sepertinya baca dan tulis saya tidaklah produktif. Cek saja tulisan-tulisan di blog ini (kalau dilhat dari tahun lalu meningkat, tapi bandingkan dengan tahun dua ribu empat belas), ataupun kamu bisa cek di Goodreads buku apa saja yang saya baca tahun ini. Tidaklah seproduktif saat masa-masa SMA dulu.

Bukannya saya malas untuk tidak produktif, atau mungkin banyak diluar sana yang menanggap saya lebih suka bermalas-malasan ketimbang menulis. Masalahnya bagi saya menulis itu tidak bisa dipaksa. Adapun ide tapi kalau memang gak niat dan belum dapet feel untuk menuliskan idenya ya tetap gak bisa nulis. Tapi kalau misalanya ada aja feel-nya bisa saja tulisannya cukup panjang kaya tulisan sebelumnya. Membaca juga gitu. Masih banyak kok buku yang belum terbaca. Saya sadar gak mau beli buku dulu karena masih banyak yang belum kelar. Semenggiurkan promo harbolnas di Gramedia juga tidak membuat saya membeli buku. Padahal banyak orang yang sampai kegirangan karena promo harbolnas di Gramedia. Lagi-lagi, urusan membaca juga bukannya saya malas ataupun tidak memiliki waktu (baca: sok sibuk), alasannya hanyalah karena belum dapet feel-nya. Itu aja, sih.
Ya semoga saja tahun depan bisa lebih produktif—tapi ini bukan resolusi, kok.

Perubahan fisik juga saya alami. Berat badan selalu meningkat, dari bulan ke bulan. Dua ribu tujuh belas membuat saya susah mengontrol makan. Sering jajan, sering lapar, Sabtu-Minggu kalau diajak teman sering gak ngontrol makan. Olahraga juga jarang. Oh iya, atas dan bawah bibir saya semakin lebat ditumbuhi rambut. Leher semakin memendek (ini entah perasaan aja atau memang kenyataan, gak tahu jugalah).

Dan ini dia perubahan yang dipaparkan di dua ribu tujuh belas yang sebenarnya saya juga terlalu menyayangkannya—mungkin bisa dibilang cukup membuat saya sedih. Tapi lagi-lagi itu seakan membuat saya belajar akan sesuatu. Ini soal kepemilikan. Ada beberap di tahun-tahun sebelumnya yang saya miliki jumlahnya banyak. Baik itu dalam bentuk orang atau apa pun itu. Dua ribu tujuh belas perlahan-lahan mulai banyak kehilangan. Banyak yang pergi, hingga kualitas yang benar-benar oke saja yang menetap. Mereka—orang yang saya sebut  berkualitas—menunjukkan kepada saya kalau hidup tidak perlu repot-repot, dan pastinya tidak usah ribet. Tidak perlu kuantitas banyak, yang diperlukan kualitas yang unggul.

Walau saya sedih saya kehilangan banyak dan sungguh amat disayangkan. Tapi gak masalahlah. Saya jadi lebih menjalani hidup ini apa adanya sekali. Tidak perlu berambisi tinggi. Jalani saja. Cita-cita tetap punya. Rencana ke depan harus diatur. Harapan masih terucap. Tapi tak bermuluk kali, gak mengharap kali. Intinya saya hanya ingin bahagia dan menjalani hidup saya ini.

Sudahlah, tak usah dibahas lebih intens yang sudah pergi. Saya harap yang pergi tetaplah berbahagia seperti saya. → Eh saya bahagia gak, sih? ‘Tau ah! 😞

Soal sosial media, saya juga terlalu menyayangkan dua ribu tujuh belas dimana-mana asal saya buka sosial media isu-isu kebencian, atau antek-anteknya terpampang. Makanya saya tadi bilang saya hanya sedikit bersosial media karena ada yang agak gimana gitulah (saya sampai malas menuliskannya). Paling seringnya buka Pinterest yang notabene tidak ada yang begituan. Kalau di Facebook, Twitter, atau bahkan buka bari waktu Line juga rasanya membosankan. Buka explore Instagram juga terkadang muncul yang gituan. Yah, semoga tahun depan perlahan mulai berubah dan gak begituan lagi.

Dua ribu tujuh belas juga semakin mengajarkan saya untuk menjadi apa adanya. Semakin sedikit dan tidak takut terhadap apa yang orang bilang. Semakin suka mengekspresikan diri semaunya. Akhir dua ribu tujuh belas saya melakukan perubahan dalam mengekspresikan diri. Saya rubah feed Instagram dan memajang caption-caption yang saya mau. Alhamdulillah, saya bahagia. Rasanya bangga aja. Senang sendiri. Suka saja melihatnya. Ekspresi saya terbebaskan.

Rupanya masih ada orang yang suka dengan ekspresi yang saya utarakan. Persetan dengan jumlah likes yang menurun saat saya berubah. Kurasa orang banyak yang tak suka. Tapi saya senang, orang-orang terdekat saya menyukainya. Alhamdulillah mereka merasa terhibur.

Dua ribu tujuh belas memanglah biasa-biasa saja. Sekali lagi saya bilang tahun ini tidaklah monoton. Dua ribu tujuh belas bagi saya adalah tahun tanpa adanya hal luar biasa, namun mengajarkan saya lebih bijak lagi. Di dua ribu tujuh belas juga banyak orang yang datang meminta bantuan, meminta wejangan lisan. Begitu juga saya juga yang tidak jarang memita balik di saat yang saya butuhkan. Itulah hidup bagi saya, saling membutuhkan. Dan dua ribu tujuh belas mengajarkan lebih dari itu.

Dua ribu tujuh belas, untuk urusan hati bisa teratasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar