Yang Menutupi saat Kepepet


Aku takut. Sangat takut bahkan. Bagaimana tidak takut, begitu mendengar apa yang dialami Marva hari ini sangatlah membuatku takut. Rasa kasihan dan ibaku seakan membludak kepada Marva saat ia membagikan ceritanya tadi pagi.

“Tadi malam maling masuk ke rumahku,” begitu katanya. Dia juga bilang, “aku sedih. HP dan dompet bapakku diambilnya. HP sama dompet mamakku juga diambilnya, emas mamakku pun diambilnya.”

“Iih, kalian gak ada yang terbangun?” aku bertanya dengan ekspresi keheranan.

Dia menggeleng, “celenganku juga diambilnya, lo! Abis tabunganku semua. Duit THR-ku pun yang aku masukin celengan semuanya abis.”

Nah, itulah yang membuatku takut. Saking takutnya begitu bel pulang tiba, aku langsung melipat tanganku dan berdiam diri—berharap Bu Salbiah memilihku untuk meninggalkan kelas duluan karena aku murid yang paling tertib. Terlebih lagi, aku ingin segera sampai rumah. Tidak lain dan tidak bukan hanyalah ingin menyelamati celenganku juga.

Aku tidak mau nasibku sama seperti Marva. Pasti sedih sekali jika celengan yang aku kumpulkan setiap hari dari uang jajan yang kusisihkan ludes semua. Memang, kukira isi celenganku tidak sebanyak isi celengan Marva yang hilang. Aku mulai menabung di celengan memang baru beberapa bulan terakhir, sementara Marva dari sebelum lebaran tahun kemarin. Jelas sudah jelas lebih banyak celengan dialah.

Aku menabung di celengan juga karena disuruh Ayah. Awalnya aku ogah-ogahan untuk menghemat uang jajanku. Yang tadinya aku bisa membeli cemilan dan minuman saat jam istirahat, kini setiap hari aku hanya boleh menikmati salah satunya. Supaya ada uang yang masuk ke celengan.

Dan akhirnya Bu Salbiah memilihku juga. Langsung aku bergegas ke mejanya dan meraih tangannya untuk bersalaman. Terus aku langsung keluar kelas dan mencari Om Daryo. Setelah kutemukan Om Daryo yang sedang merokok bersama Om Mukhlis—supir Dirma, teman sekelasku juga yang belum keluar kelas—aku langsung memintanya untuk segera mengantarku pulang.

Sekali lagi aku takut. Sangat takut. Bagaimana kalau pagi ini rumahku kemasukan maling juga? Malingnya masuk waktu Ibu masak di dapur, terus dia masuk ke kamarku, terus mengambil celenganku? Atau bisa saja waktu Ibu lagi belanja, terus di rumah lagi kosong karena Ayah lagi kerja juga?

Aih, bagaimana ini? Dan Om Daryo, ini kenapa Om Daryo rasanya lambat sekali bawa mobilnya ya?

Ok, akhirnya sampai juga di rumah. Dan langsung saja aku bergegas menuju kamarku dan membuka lemariku. Ah, leganya. Ternyata celenganku masih ada. Celengan plastik itu masih menampakkan raut senyum beruang berwarna pink kemerahan, tanda ia masih aman-aman saja. Sekiranya aku langsung memeluknya kegirangan karena nasibuku tidaklah seburuk Marva.

Sorenya, saat Ayah pulang kerja, seperti biasa aku langsung menghampirinya. Seperti biasanya, saat Ayah pulang pertanyaan pertamaku selalu, “Ada bawak oleh-oleh, Yah?”

“Gak ada, tadi Ayah di kantor lagi gak rapat.” Memang, Ayah biasa membawakan nasi kotak atau nasi bungkus sisa rapat yang mungkin itu jatah nasi staff yang tidak hadir dalam rapat. Biasanya nasi itu dibiarkan saja, tidak ada yang mengambil sampai keesokan harinya dan akhrinya basi dan dibuang. Daripada mubazir,  selanjutnya kurasa Ayah membawanya pulang dan biasanya aku selalu suka memakannya.

Setelah hajat yang kuinginkan tidak terkabul, aku langsung mengutarakan hajatku selanjutnya. “Oh iya, Ayah, tadi kan Marva cerita. Tadi malam dia kemalingan,” kuceritakan semuanya apa yang di alami Marva dengan detail, tidak lupa dengan nasib celengannya yang diambil maling juga.
“Pokoknya Ayah, Yarti gak mau nabung lagi ya, Yah. Capek-capek nabung tapi ujung-ujungnya nanti diambil orang,” kataku polos dengan wajah cemberut.

Ayah tersenyum melihat responku yang seperti itu. “Jadi Yarti udah gak mau nabung di celengan lagi?”

Aku mengangguk. “Kita pecahkan saja ya Yah celengannya. Kan kalau misalnya kita kemalingan juga malingnya pasti gak bisa ngambil celengan Yarva. Nanti uangnya disimpang di Ibuk aja. Oh iya, Ayah sama Ibuk juga harus pandai-pandai nyimpen dompet sama hp, nanti kalau maling masuk bisa diambilnya juga.”

Lagi-lagi Ayah hanya tersenyum. “Ok, kita pecahkan celengannya. Tapi Yarti tetap bisa nabung sendiri kok. Dan tabungannya gak bakal bisa diambil maling.”

“Beneran, Yah?” Aku langsung penasaran apa rencana Ayah selanjutnya. Kemudian Ayah langsung menarik tanganku ke belakang. Aku mengikutinya dari belakang. Di dapur, tampak Ibu sedang memasak untuk makan malam. 

“Gak ganti baju dulu, Yah?” tanya Ibu saat melihat Ayah.

Pertanyaan Ibu bukannya malah di jawab Ayah, tapi Ayah malah balik nanyak. “Bu, ada stoples yang gak dipake?”

Ibu membuka lemari gantung. Kemudian ia mengeluarkan toples kaca yang bening. “Yang ada tutupnya gak ada, Buk?” tanya Ayah lagi. Terus Ibu mencari-cari di lemari gantung dan akhirnya ketemu juga stoples plastik bening bertutup hijau. Langsung saja Ayah meraihnya. Kemudian Ayah mengajakku ke gudang.

“Ayah kita mau ngapain?” tanyaku keheranan. Ayah hanya diam dan memasuki gudang, kemudian mengambil batu kerikil warna-warni yang biasa dipakai Ibu untuk menutupi  tanah di pot tanaman hiasnya. Aku makin heran. Kemudian Ayah menyuruhku untuk memasukkan batu kerikilnya juga ke dalam stoples. Aku menuruti saja apa perintah Ayah, walau aku masih heran mengapa Ayah menyuruhku untuk melakukan kegiatan semacam ini.

“Udah cukup, nih,” Ayah langsung mengangkat stoples dan melihat batu kerikil warna-warninya. Kemudian mengguncang stoples untuk meratakan ketinggian batu kerikil di dalamnya. “Ambil celenganmu,” perintah Ayah dan aku langsung bergegas menuju kamar membawa celengan plastikku kehadapan Ayah. Saat aku kembali, Ayah sudah tidak berada digudang lagi, melainkan sudah di dapur bersama Ibu.

Saat aku menyerahkan celenganku, Ayah memotong leher beruang celengan plastikku. Kemudian berhamburanlah rupiah demi rupiah uang di lantai. Lagi-lagi aku masih heran, dan sekarang aku langsung bertanya. “Terus Yarti nabungnya gimana, Yah?”

Dan Ayah tersenyum lagi, “sekarang kamu nabungnya di stoples ini aja. Yuk, masukin nih uangnya semua ke dalam stoples ini.” Langsung saja Ayah duduk di lantai mengutip uang yang berhamburan, kemudian memasukkannya.

“Ayah, sama saja lo kalo nabungnya di stoples ini. Nanti stoplesnya bisa diambil maling juga.” Sekali lagi Ayah hanya meresponku dengan senyuman. Ia terus memasukkan uang celenganku ke stoples. Setelah semua uang masuk, Ayah mengajakku ke halaman belakang.

Kemudian Ayah mendekati kolam ikan di halaman belakang. Setelah itu, Ayah memasukkannya stoples itu ke dalam kolam. “Kalau seperti ini pasti malingnya gak bakal bisa ngambil tabungan Yarti, kan?”

Aku mengangguk setuju. Ayah orang yang cerdas, banyak ide juga, dan pastinya sangat kreatif. Sampai sekarang pun aku masih tidak habis pikir, bagaimana Ayah bisa mendapatkan ide seperti itu. Aku senang sekali karena aku bisa menabung tanpa khawatir ada yang mengambilnya.

“Besok kalau mau nabung tinggal ambil stoplesnya di dalam kolam ini. Siap itu buka terus masukin uangnya, terus tutup lagi baru cemplungin ke kolam.” Aku hanya mengangguk dan masih melihat uangku di dasar kolam. “Mulai sekarang Yarti harus rajin-rajin menabung ya.. Karena suatu saat kalau kita lagi kepepet maka uang tabungan kita pasti bisa menutupinya. Yakinlah sama Ayah.”

Dan sampai sekarang aku terus meyakininya. Di dunia ini kita tidak pernah mengira apa yang bakal terjadi kepada kita. Seperti saat aku ingin memasuki SMA, Ayah telah dipanggil duluan kepada Sang Khalik. Waktu itu keadaan dipenuhi kebinguan. Ibu yang waktu itu tidak bekerja terpaksa menjual beberapa peninggalan Ayah selagi Ibu mencari nafkah yang baru. Kedua mobil pun terpaksa juga di jual, juga Om Daryo terpaksa tidak bisa bekerja bersama Ibu lavgi. Dan aku, syukurnya dengan tabungan yang kupunya sejak kecil, aku bisa membayar uang masuk SMA tanpa harus memakai uang Ibu.

Ayah benar. Menabung itu memang sangat menguntungkan apabila ada kejadian yang kita saat itu betul-betul membutuhkan uang, maka kita tidak harus hutang kepada orang lain. Cukup kerok saja tabungan kita untuk menutupinya. Setelah tertutup, maka kita bisa menabung lagi. Walau tabunganku sempat kandas karena membayar uang masuk SMA, tapi selama SMA aku menabung lagi. Kurencanakan tabungan ini untuk membayar uang masuk kuliah nanti.

Omong-omong, aku masih kebingungan, cara kreatif apa nanti yang aku terapkan ke anakku agar dia bisa giat menabung untuk masa depannya. Seperti Ayah yang anti mainstream membuat anaknya giat menabung, maka dari sekarang aku harus berfikir cara apa kira-kira yang kece.

32 komentar:

  1. mungkin itu pesan ayahmu sebelum meninggalkan kalian mbk, sungguh sosok ayah yang membanggakan, beliau yakin kalau kalian sudah bisa menjalani hidup mandiri tanpa beliau, karena itu ayahmu menginginkanmu untuk rajin menabung mbk.

    BalasHapus
  2. Bagus ceritanyaaa mas :), walopun aku kok serem ya ama cara toples dimasukin k kolam ikan :D. Anak2ku jg dr umur setahun udah aku ksh uang jajan, tp kebanyakan utk disimpen dlm celengan mereka.. Kalopun ada yg dijajanin ga banyak, itupun aku wanti2 babysitternya cm bisa beli mainan, dan bukan makanan di luar.. Kalo ga dibiasain dr kecil bgitu, ntr yg ada mereka ga terbiasa nabung..

    Banyak temen yg mengkritik caraku. Katanya anak umur setahun jgn dibiasain liat duit. Buatku justru di umur semuda itu mereka hrus tau uang.. Hrs tau kalo itu gunanya ditabung :). Skr anakku yg bungsu aja, baru setahun lbh 2 bln, dia tau mana uang yg asli, mana yg uang monopoli :D. Yg asli dimasukin ke celengaannya, yg monopoli di remes2 ato dibuang ama dia :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju sama Mbak Fanny, memang kebiasaan menabung harus dibiasakan dari usia dini. Terima kasih sudah membaca dan salam sama si bungsu ya, Mbak. :)

      Hapus
  3. ceritanya mengajarkan untuk menabung dari kecil. dan betapa bergunanya kegiatan menabung supaya apabila ada kebutuhan tak terduga bisa langsung ngambil uang dari tabung dan menabung kembali.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Right, sebenarnya masih banyak juga kok Mas manfaat menabung untuk masa depan kita, lain waktu saya buat cerita yang lain :)

      Hapus
  4. ceritanya bagus, mengajarkan kita untuk selalu menabung... walaupun sulit menabung itu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah membaca, sebenarnya gak sulit kok jika kita membiasakannya dari sekarang :)

      Hapus
  5. intinya, ayo menabung di bank sumut :D

    BalasHapus
  6. ide ayahnya kreatif masukin duit tabungan ke toples trus toplesnya dimasukin ke kolam ikan :D

    BalasHapus
  7. Ceritanya bagus, menginspirasi orang untuk menabung sejak usia dini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Bang Dimas, memang sudah seharusnya kita menebarkan inspirasi untuk menabung diusia dini

      Ps: seketika sok bijak XD

      Hapus
  8. mntep ceritanya gan jadi enak baca susunan nya sangat beraturan..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Syukur kalau nyaman membacanya, dan terima kasih sudah membaca :)

      Hapus
  9. Lumayan mengibur untuk menambah informasi!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah apabila bermanfaat dan merasa terhibur karena ceritanya :)

      Hapus
  10. mantap certanya min , selain mnghibur ini juga mngarjarkan kita kerasnya kehidupan yng kita jalani sehari hari

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kok agak ngeri ya baca "kerasnya kehidupan yang kita jalani" ini. Agak miris bacanya :')

      *mungkin terlalu banyak cobaan kali, ya?*

      Hapus
  11. Kalau dulu, saya selalu dibelikan celengan sama orang tua. Sekarang anak-anak suka nabung juga di celengan untuk yang koin. Kalau yang uang lembaran, ditabung di bank aja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yep, apalagi kalau ditambah banknya yang bener-bener ngedukung tabungan buat usia dini, dengan potongan perbulannya yang kecil, seperti bank sumut :)

      Hapus
  12. ceritanya mengajarkan untuk menabung dari kecil. dan betapa bergunanya kegiatan menabung supaya apabila ada kebutuhan tak terduga bisa langsung ngambil uang dari tabung dan menabung kembali.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap, bener banget. Itu dia inti ceritanya :)

      Hapus
  13. bagus ceritanya,,,, mengajarkan untuk menabung dari kecil... nice blog

    BalasHapus
  14. wah artikel bagus ini, mengajarkan kita untuk menabung. sangat bagus!

    BalasHapus
  15. Waduh, terharu saya bacanta.
    Sampe gak terasa airmata ngalir dipipi 😔

    BalasHapus