Wanita Beruntung


Sampai kapan pun Tiar tidak akan melupakannya. Bahkan saat ruh dan jasadnya sudah berpisah sekarang pun ia masih ingat. Walau cerita ini bisa menjadi materi sejarah di pelajaran sekolah, sebab ini terjadi sudah begitu lama.

Dahulu, saat Pusuk Buhit masih diperintah oleh raja, Tiarlah si penari Tortor. Kenapa disebut Tortor, sebab suara hentakan kaki yang ditimbulkan saat menarinya. Sangat asyik, tapi sedikit sulit untuk orang kebanyakan. Apalagi Tortor harus betul-betul menjinjit saat menarikannya.


~

Cerita ini bermula ketika wilayah pegunungan Pusuk Buhit akan runtuh. Tapi untungnya itu hanyalah mimpi Raja Batak Keturunan Guru Tatea Bulan. Walau hanya mimpi, tapi tak sembarang mimpi. Mimpi yang menimbulkan keresahan sang Raja. Bagaimana Raja tidak resah, dalam mimpi itu terjadi tempat keturunan Raja Batak pertama akan hancur. Juga seluruh wilayah Sianjur Mula-Mula runtuh. Pasti akan memakan korban yang banyak.

Tanpa banyak pikir, Raja langsung mengambil tindakan, “Hei Panglima Ulu Balam, kemari kau!” panggil sang Raja. “Coba kau panggil dulu Guru Pangatiha untuk menghadapku!”

Langsung saja Panglima Ulu Balam mendatangi Guru Pangatiha. Tidak sukar dan membutuhkan waktu lama untuk itu, apalagi itu adalah perintah Raja. Maka saat Guru Pangatiha sudah menghadap kepada Raja, langsung saja Raja menceritakan semuanya secara detail. “Kira-kira, apa kau tahu maksud dari mimpi itu?” tanya Raja setelah menceritakan.

“Sungguh, aku sebenarnya tidak mengetahui itu,” aku Guru Pangatiha. “Tapi aku pinta pada Raja untuk menggelar sebuah acara ritual.”

“Ha? Acara ritual seperti apa pula lagi?” Raja kebingungan dengan permintaan Guru Pangatiha. Katanya tadi dia tidak mengetahuinya, tapi dia pinta untuk menggelar sebuah acara ritual. Apa maksudnya itu?

Guru Pangatiha segera menjawab kegingungan Raja, “ritual membuka debata ni parmanukon . Sekaligus untuk membersihkan tempat ini dari gangguan-gangguan roh jahat. Ritual ini bisa dilaksanakan sebelum Bulan Samisara .”

“Yasudah, cepat lakukan ritual itu segera!” perintah sang Raja.

“Aku butuh seorang Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari . Izin pergi dulu ya, Raja,” ucap Guru Pangatiha sambil menunduk, kemudian keluar dari istana.

Mencari Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari termasuk pekerjaan yang sebenarnya tidak begitu sulit bagi Guru Pangatiha.  Sebab mencari dukun yang masih gadis itu tidak susah di Sianjur Mula-Mula. Apalagi kebanyakan dukun di Sianjur Mula-Mula kebanyakan sudah tidak gadis.

Setelah Guru Pangatiha menjumpai Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari, langsung saja ia memerintah, “Aku pinta kau untuk menari Tortor untuk acara ritual membuka debata ni parmanukon. Aku juga membutuhkan enam gadis penari Tortor yang akan menari bersamamu.”

Mendengar Guru Pangatiha menyuruh seperti itu, Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari bingung, “hah? Apa kau bilang? Kenapa harus ada acara ritual itu? Apa yang terjadi?”

“Yah, kau belum tahu?” tanya Guru Pangatiha kebingungan. Langsung saja Guru Pangatiha menceritakan kronologisnya kepada Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari. Setelah bercerita, Guru Pangatiha langsung memerintah Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari untuk segera mempersiapkan semuanya.

“Sudah, cepat kau cari para gadis penari Tortor untuk melakukan ritual ini bersamamu nanti. Ritual ini harus berjalan sebelum Bulan Samisara.”

Akhirnya Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari mencari enam gadis penari Tortor yang akan menari bersamanya. Sebenarnya, tak sulit untuk menari penari Tortor di Sianjur Mula-Mula. Sepertinya semua wanita di sana bisa menari Tortor. Tapi entah kenapa sepertinya Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari menyeleksinya.

Terpilihlah enam gadis penari Tortor. Salah satunya ialah Tiar. Setelah dikumpulkan, kemudian Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari memberitahu mereka apa yang harus mereka kerjakan. “Kalian harus menari Tortor yang tidak biasa!”

“Tidak biasa? Apa maksudnya itu?” Uli—salah seorang gadis penari Tortor terpilih—bertanya kebingungan.
“Ya, tarian Tortor yang tidak biasa. Tari Tortor Sipitu Cawan,” jawab Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari, lagi-lagi membuat yang lainnya bingung.

“Tari Tortor macam apa itu? Aku belum pernah menarikannya,” kata Tiar jujur. Langsung saja para penari lain juga bilang seperti itu.

“Tortor Sipitu Cawan itu artinya Tortor Tujuh Cawan. Setiap dari kita nanti akan menari sambil menjingjing cawan di atas kepala kita,” jelas Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari.

“Lah, mana bisalah me-nortor sambil menjingjing cawan di atas. Bisa pecalah cawannya nanti,” protes Duma—ya, seorang penari yang terpilih juga.

“Tenang saja. Kalau kita terus berlatih pasti akan mudah. Oh ya, di cawan nanti akan ada air perasan jeruk perut yang nanti kita percikkan keseluruh arah penjuru Sianjur Mula-Mula.”

Wajah Tiar terlihat pesismis, “aku tidak yakin aku bisa menari seperti itu.”

“Hei! Dengar! Kalian ini adalah para wanita beruntung yang sudah terpilih. Kalian akan menjadi sejarah terciptanya Tari Tortor Sipitu Cawan. Kalian juga akan menjadi pahlawan karena sudah mengusir roh-roh jahat dari Sianjur Mula-Mula.” Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari seperti kesal akan kepesimisan Tiar. “Sudah, sekarang kita mulai latihan.”

Akhirnya mereka bertujuh mulai latihan menari Tortor Sipitu Cawan. Targetnya harus sudah bisa menortor  sebelum muncul Bulan Samisara nanti malam. Tidak dipungkiri memang. Berkali-kali cawan yang di atas kepala mereka berpecahan. Ada juga beberapa penari yang masih bisa untuk menjingjing cawan mereka. Ada yang hampir terjatuh, untung saja bisa ia tangkap sebelum pecah ke lantai.

Dan penari yang paling sering jatuh cawannya ialah Tiar.

Karena Tiar juga banyak penari yang terjeda jadwal latihannya karena takut terpijak pecahan cawan Tiar. Selanjutnya, setelah sudah beberapa lama Tiar mencoba, akhirnya ia putus asa.

“Ah, sudahlah Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari. Aku sudah lelah menortor dengan cawan. Cari saja gadis penari lainnya.”

“Hei, Tiar, dengarkan aku! Jadi orang itu jangan suka menyerah. Baru segini saja kau sudah menyerah. Tidak suka aku melihat kau sepeti ini!” ucap Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari.

“Tapi aku sudah coba beberapa kali dan sepertinya aku memang tidak bisa menortor Sipitu Cawan ini,” sepertinya Tiar sudah lelah.

Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari memegang lengan Tiar, “Tiar, kuberitahu sama kau, ya, percaya atau tidak kau akan bisa melakukan sesuatu jika kau bersungguh-sungguh. Intinya kau harus bersungguh-sungguh, dan mau berusaha terus.”

“Tapi—”

“Tidak ada tapi-tapian,” potong Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari. “Dan ingat, kau ini salah satu wanita beruntung, yang kupilih untuk menari Tortor Sipitu Cawan untuk pertama kalinya, dan kau akan dikenang oleh banyak orang.”

Mendengar ucapan Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari, Tiar langsung bangkit bersemangat. Ia pun terus melatih dirinya untuk menjingjing cawan berisikan air perasan jeruk purut di atas kepalanya. Semakin ia berlatih, semakin mahir pula ia menari dan akhirnya juga ia lihai menarikannya.

Setelah semuanya berhasil menarikan dengan baik, langsung saja acara ritual dimulai. Awalnya Tiar gugup. Jantungnya berdegup cepat. Setelah semuanya siap, ia memejamkan mata, merapalkan doa agar semuanya berjalan dengan lancar.

Ritual dimulai. Musik gondang pengiring Tortor berdentum dengan kencang. Dengan pimpinan Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari, Tiar mulai menari bersama lima gadis penari Tortor lainnya. Semuanya menari dengan gerakan mistis yang dipandu oleh Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari. Tak lupa juga air perasan jeruk purut di dalam cawan dipercikkan keseluruh penjuru Sianjur Mula-Mula. Semakin lama waktu bergulir akhirnya tarian pun selesai. Musik berhenti. Rintual pun selesai.

Tiar pun berhasil menarikan Tortor Sipitu Cawan. Ya, ia berhasil!

Akhirnya Tiar memeluk Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari. “Terima kasih sudah meyakinkanku Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari. Karena kau, aku bisa menarikan Tortor Sipitu Cawan yang kurasa sangat susah ini.”

Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari tersenyum, “terima kasih juga Tiar. Karenamu juga Sianjur Mula-Mula tidak akan dikunjungi oleh roh jahat lagi.”

Akhirnya, Raja Batak Guru Tatea Bulan pun tidak mendapat mimpi yang aneh lagi. Bukan hanya itu juga, sampai sekarang pun tari Tortor Sipitu Cawan juga sering ditampilkan di acara-acara adat atau pertunjukan lainnya.


~

Walau ruh dan jasad Tiar sudah terpisah sekarang, tapi Tiar tetap tersenyum melihat mudi-mudi sekarang yang masih senang dan lihai menarikan Tortor Sipitu Cawan. Tiar juga senang dengan modifikasi dan kreasi-kreasi gerakan yang ditambahkan mudi-mudi di tarian itu.

Seketika Tiar jadi teringat kepada perkataan Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari, bahwa ia dan kelima gadis penari Tortor kemarin adalah wanita yang beruntung. Dan Tiar mengakui kebenaran perkataan itu.

~ ~ ~

Cerpen ini berhasil mengantarku untuk mengikuti Akademi Remaja Kreatif Indonesia (ARKI) 2015 dan cerpen ini juga bersanding dengan 50 cerita terbaik dari remaja-remaja kreatif Indonesia.

6 komentar:

  1. nice cerpen min... but..fontnya kayaknya rada kecilan ya? ampe rada sepet bacanya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, apa iya ya? Padahal rasa saya sudah pas. Btw, kalo font-nya gede-gede entar makin lelah nge-scroll, soalnya rata-rata postingan blog itu panjang-panjang. :)

      Hapus
  2. Perlu pelan-pelan mengeja nama-nama orang di postingan ini ya Nikmal :D. Nama yang unik ;).

    BalasHapus
  3. Baca cerpen ini jdi kenal nama-nama unik :)

    BalasHapus