Ruang Buku

Salah satu ciri-ciri manusia yang normal ialah mempunyai mimpi. Tak perlu kau malu-malu seperti itu, beranggapan bahwa orang yang bermimpi itu tidak realistis atau apalah itu. Pasti kau juga punya impian. Kalau kau masih berkeras kepala juga, yang namanya manusia pasti punya keinginan. Dan asal kau tahu, keinginan itu adalah unit satuan terkecil dari mimpi.

Dan sebagai manusia yang normal, aku juga mempunyai mimpi—bahkan banyak. Di antaranya ialah memiliki Ruang Buku.

Ruang Buku itu sebenarnya sama konsepnya seperti Rumah Baca atau bisa dibilang Perpustakaan—hanya label-nya saja yang kuganti. Terdengar mainstream memang. Tapi mau bagaimana lagi. Awalnya pengen punya Taman Baca itu dari sadar akan betapa membosankannya membaca di Perpustakaan. Sudahlah bukunya yang jarang di-update, sudah begitu suasananya yang terlalu monoton.

Lantas, Ruang Buku itu seperti Rumah Baca ataupun Perpustakan yang diinginkan banyak orang juga. Rumah Baca yang berisi buku-buku yang disusun secara artistik di rak-rak buku yang didesain seunik mungkin. Juga area membaca yang lesehan sehingga bisa tiduran. Atau bagi kamu yang ingin membaca di kursi, setidaknya nanti aku akan menyediakan sofa. Bukannya kursi tanpa bantalan sehingga membuat bokongmu pegal ketika sedang asyiknya membaca. 
  
Selain karena faktor suasana Rumah Baca yang monoton, ada satu faktor terbesar. Yaitu, nasehat Buya—Ayahku—yang selalu kuingat. Jadilah berguna buat orang lain, seperti menjadi guru. Ambil contoh, misalnya guru TK-mu yang mengajarkanmu membaca. Coba pikir-pikir, kalau sampai sekarang tidak ada dirinya, dan kamu tidak bisa membaca, maka bagaimana dengan hidupmu?

Begitu juga dengan impianku. Semoga saja, dengan impian ini, banyak orang yang bisa membaca di Ruang Buku dan mendapatkan ilmu ataupun manfaat dari buku-buku yang dibacanya. Walau hanya membaca buku-buku fiksi, tapi bukankah buku fiksi juga memiliki banyak manfaat? Salah satunya ialah ia mampu menghibur pembacanya.

Maka dari itu, mulai sekarang aku sedang gencar-gencarnya mengoleksi buku. Aku akui, untuk membuat Ruang Buku pasti membutuhkan  buku yang banyak. Salah satu cara untuk mewujudkannya ialah dengan banyak memiliki buku-buku. Dan untuk memiliki buku-buku itu haruslah dibeli, tidak mungkin kucuri. Sebab, sama saja aku akan memberikan ilmu haram kepada orang yang membaca di Ruang Buku.

Namun tahu sendirilah. Harga buku sekarang terbilang mahal. Sekarang saja kalau pergi ke toko buku hanya bisa memborong dua buku. Tapi tidak apa, sedikit demi sedikit lama-lama jadi timbunan buku yang bisa disusun di Ruang Buku nantinya.

Tapi aku tidak patah semangat. Aku masih rajin ke pasar loak, seperti ke Titi Gantung yang menjual banyak buku-buku bekas tapi masih layak pakai. Dengan harga yang kecil dan mudah ditawar, sehingga bisa membawa pulang banyak buku untuk menjadi koleksi.

Acara cuci gudang juga selalu kudatangi. Seperti semalam, saat ada cuci gudang di Carefour, langsung kudatangi. Walau kocek sedang krisis, tapi masih aja aku tetap membelikan dua buku. Ini penampakan dua buku tersebut:

Selain membeli buku-buku bekas layak pakai dan buku cuci gudang, aku juga hobi ikut Giveaway dan Blogtour. Lumayan juga kalau menang, hadiahnya buku dan bisa dijadikan koleksi. Walau terkadang lelah juga membuat postingan memboomingkan buku orang dari blogtour, tapi demia Ruang Baca impianku akan tetap kulakukan. Ataupun bagi penulis ataupun penerbit yang bukunya mau ku-review, dan memberiku bukunya dengan gratis ya, aku juga mau. Selain untuk Ruang Buku, aku juga manusia normal, kok. Suka gratisan.

Memang selalu aja ada rezeki buku yang datang. Seperti kemarin juga, saat setelah acara cuci gudang, langsung duduk-duduk santai di Club Membaca. Aku dapat hadiah buku lagi:

Dan aku masih ingat, Jum’at di minggu yang lalu, secara cuma-cuma temanku memberiku hadiah buku, berhubung karena aku suka baca buku katanya:

Sekali lagi kubilang, tidak ada salahnya kan bermimpi. Kalau dipikir-pikir, impianku tadi sebenarnya bisa jadi tidak realistis, tapi cara ataupun proses menuju impian itu yang bisa membuat mimpi itu menjadi realistis. Jadi intinya, jangan pernah menghakimi orang lain sekaligus dirimu sendiri untuk bermimpi. Kuncinya satu, jangan hanya bermimpi, tapi wujudkan impian itu juga.

2 komentar: